Defenisi kepuasan perkawinan bagi pasangan suami istri akan bersifat subjektif. Setelah menikah, individu mengalami banyak perubahan dan harus melakukan banyak penyesuaian diri terhadap pasangan, keluarga pasangan dan penyesuaian-penyesuaian lainnya. Penyesuaian ini kiranya perlu dilakukan agar kedua pasangan dapat merasa bahagia dan puas terhadap hubungan perkawinannya. Menurut Hughes & Noppe (1985), kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan perkawinannya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapannya.
Kepuasan perkawinan merupakan evaluasi suami istri terhadap hubungan perkawinannya yang cenderung berubah sepanjang perjalanan perkawinan itu sendiri (Lemme, 1995). Hawkins (dalam Olson dan Hamilton, 1983) berpendapat bahwa kepuasan perkawinan merupakan perasaan subjektif yang dirasakan pasangan suami istri, berkaitan dengan aspek-aspek yang ada dalam suatu perkawinan, seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bersama pasangannya yang bersifat individual.
Kepuasan perkawinan merupakan sebentuk persepsi terhadap kehidupan perkawinan seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu (Roach dkk, 1983). Selain itu pula, kepuasan perkawinan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami – istri mengevaluasi hubungan perkawinan mereka, apakah baik, buruk atau memuaskan (Biod & Meville, 1994).
Dari penjelasan di atas, maka konsep kepuasan perkawinan dapat mengandung hal-hal berikut: Suatu penilaian seseorang terhadap perkawinannya, bersifat subjektif, merupakan penilaian pada saat ini, berkaitan dengan aspek-aspek dalam hubungan perkawinan, berupa suatu kontinum perasaan dari sangat memuaskan sampai sangat tidak memuaskan.
Berdasarkan uraian di atas dapat di definiskan kepuasan perkawinan merupakan penilaian pasangan suami istri dan perasaan subjektif yang dimiliki oleh individu yang berkenaan dengan aspek-aspek dalam kehidupan perkawinannya.
Tags
Perilaku Seksual