Religiusitas adalah salah satu komponen bahasan dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi agama. Memang, sangat sulit mengembangkan salah satu disiplin ilmu ini, karena ada beberapa rintangan dan kekurangan serta keterbatasan dalam mempelajari sikap religious seseorang, diantaranya, agama itu sendiri susah di empiriskan, melanggar norma agama, dan kepercayaan adalah hal yang bersifat abstrak.
Salah satu cara untuk mempelajari jiwa agama adalah dengan mempelajari tingkah laku agama yang tampak. Pada tahun 1922, Thouless mengembangkan metode filsafat untuk mempelajari jiwa agama dan menerbitkan buku pada tahun 1923 dengan judul “an Introduction to the Psychology of Religion”.
Thouless menentang pendapat orang orang-orang yang mengatakan bahwa penelitian ilmiah akan menghilangkan keyakinan beragama, dan sebaliknya dia mengatakan, dimana penelitian secara ilmiah akan dapat menjadi sandaran yang kuat bagi agama. Ia berangkat mempelajari agama dengan mempelajari defenisi-defenisi agama yang ada menghasilkan kesimpulan bahwa agama terdapat tiga komponen didalamnya yaitu tanggapan emosi dan dorongan. Ketiganya merupakan tiga komponen dari agama yaitu:
a. Yang pertama melukiskan tentang cara dan kelakuan
b. Yang kedua adalah keyakinan dan pendapat akal
c. Yang ketiga adalah ala-alat, perasaan dan emosi.
Dari sinilah dia menyimpulkan bahwa agama adalah proses hubungan manusia terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu itu lebih tinggi dari manusia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa, ada empat faktor yang mempengaruhi jiwa agama atau religiusitas seseorang, yaitu:
Faktor sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi religiusitas seseorang seperti pendidikan dan pengajaran orang tua ataupun tradisi sosial dan budaya yang berkembang dilingkungan orang yang bersangkutan
Faktor alami, moral dan afektif
Faktor ini seperti konflik, pengalaman emosional, kekecewaan terhadap sesuatu yang melibatkan perasaan mendalam, tuntutan-tuntutan moral, baik setuju ataupun menolak moral tersebut
Faktor kebutuhan
Seseorang beragama, karena orang tersebut membutuhkan agama sebagai sandaran, lepas dari rasa bersalah, rasa aman, cinta kasih dan lain-lain dan tempat mengadu jika dalam kesedihan.
Faktor intelektual
Faktor ini berhubungan dengan proses pemikiran verbal, terutama dalam pembentukan keyakinan-keyakinan terhadap agama. Faktor ini sangat penting, karena akan mengembangkan sikap agama yang positif.
Referensi:
Thoules, R.H. 2000. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press
Rakhmat, J. 2003. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan
Zakiyah Darajat. 1991. Ilmu JIwa Agama. Jakarta: PT Karya Uni Press