Beberapa waktu lalu, saya mendengar celotehan seorang tokoh yang kemungkinan tokoh tidak membaca sejarah. Dia mengatakan bahwa, arah pergerakan dan ormas-ormas Islam di Indonesia sudah terkontaminasi dengan paham-paham pemikiran dari luar, salah satu contohnya adalah pemikiran ikhwanul muslimin.
Tidak bisa dipungkiri bahwa, ideology bangsa kita adalah sebuah ideology jiplakan. Demokrasi yang kita junjung tinggi dan agung-agungkan, pada dasarnya bukan merupakan paham yang berasal dari nilai-nilai yang dianut oleh nenek moyang bangsa kita. Memang, pada beberapa sisi ada persamaan disana, tetapi tidak semua pemikiran demokrasi itu sesuai dengan nilai-nilai bangsa kita, termasuk pula ideology dan pemikiran-pemikiran yang lain. Tetapi itu bukanlah esensi, selagi ideology itu mendatangkan kebaikan dan membuat perbaikan, apa salahnya berpikir sejenak untuk itu.
Kembali ke awal pembicaraan tentang pergerakan Ikhwanul Muslimin, sebuah pergerakan Islam yang didirikan di Mesir pada tahun 1930 oleh Hasan al-Banna, yang menjadikan Islam sebagai arah/ideology pergerakan. Karena Islam sebagai landasan pergerakannya, sehingga bukan barang asing jika pergerakan ini mendapat sambutan hangat di Indonesia yang mayoritas Islam. Ikhwanul Muslimin yang pergerakannya moderat sangat cocok untuk kultur budaya kita.
Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi Islam berlandaskan ajaran Islam. Ikhwanul Muslimin merupakan salah satu jamaah dari beberapa jamaah yang ada pada umat Islam, yang memandang bahwa Islam adalah dien (agama) yang universal dan menyeluruh (kaffah), bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat, puasa, haji, zakat, dll) saja. Tujuan Ikhwanul Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam.
Pergerakan Ikhwanul Muslimin tidak alergi dengan dengan politik. Dalam perpolitikan di berbagai negara, Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam proses demokrasi sebagai sarana perjuangannya, sebagaimana kelompok-kelompok lain yang mengakui demokrasi. Jamaah Ikhwan di berbagai negara berusaha melakukan tranformasi politik, dan kemudian mendirikan partai politik sebagai wasilah (sarana) untuk melakukan perubahan. Contoh pergerakan Ikhwanul Muslimin yang ada atau memiliki corak pemikiran yang sama dengan gerakan Ikhwanul muslimin (walau itu tidak langsung mengatakan bagian dari Ikhwanul Muslimin) adalah Seperti di Aljazair ada Partai Hamas, di Yaman Partai Ishlah, di Tunisia Partai an-Nahdah, di Maroko Partai Keadilan, di Yordania Partai Front Aksi Islam, dan beberapa negara Teluk lainnya. Di Turki ada partai AKP (yang sudah memenangkan pemilu lebih dari 50% suara beberapa kali hingga saat ini), Partai Hamas di Palestina yang memenangkan pemilu 60% lebih (tetapi walau sudah memenangkan pemilu, negera-negara demokrasi lainnya/Barat tidak mengakui sebagaimana adanya), Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia (Sudah menjadi partai besar dengan basis pendukung yang militan), Partai Kebebasan dan Keadilan di Mesir (Menjadi suara mayoritas pada pemilu December 2011), dan beberapa ormas dan pergerakan lain menganut gaya pergerakan Ikhwanul Muslimin di seluruh dunia. Diprediksi kedepan, pergerakan ini akan menjadi sebuah solusi pergerakan bagi umat Islam di dunia.
Apa peran Pergerakan Ikhwanul Muslimin bagi Bangsa Indonesia?
Mungkin ini sebuah sejarah yang tidak banyak dibaca dan diketahui oleh generasi sekarang. Sokongan Perjuangan dan pergerakan Ikhwanul Muslimin sudah ada sejak awal-awal kemerdekaan Indonesia, bahkan bisa di katakan bahwa, bantuan perjuangan Ikhwanul Muslimin untuk Indonesia sangat tidak terkira besarnya. Ini bukan omong kosong, tetapi sebuah realitia sejarah.
Pada awal proklamasi kemerdekaan, bangsa yang paling pertama mengakui kemerdekaan Indonesia adalah Mesir pada tahun 1947, jauh sebelum bangsa-bangsa lain mengakui kemerdekaan Indonesia (contoh ulasan pengakuan kedaultan oleh mesir ini silahkan baca disini). Pengakuan atas kedaulatan RI tidak diawali dari Uni Soviet dan RRC (negara-negara sahabat terdekat RI saat masa pemerintahan Soekarno), Amerika Serikat (yang konon meyakini hak asasi manusia sebagai makhluk merdeka), apalagi para mantan penjajah semisal Belanda, Jepang, Inggris dan Portugis. Tidak. Pengakuan kedaulatan negeri kita datang dari tanah yang jauh, dikompori oleh seorang pemimpin yang tidak kita kenal namanya sebelum itu, yaitu Hasan al-Banna. Hasan al-Banna tidak pernah menginjakkan kaki ke tanah Indonesia, tidak paham sedikitpun bahasa Indonesia (kecuali kata-kata yang kita serap dari bahasa Arab, mungkin), dan jelas tidak ada hubungan darah dengan bangsa kita (kecuali kalau dirunut hingga Nabi Adam as). Pengakuan Kedaulan oleh Mesir Ini memperkuat Indonesia dalam perjuangan diplomasi, dimana, bangsa Indonesia sudah berdaulat penuh dengan pengakuan mesir ini (syarat negara berdaulat: memiliki wilayah, rakyat, pemerintah dan pengakuan dari negara lain).
Jadi pengaruh dan peran ikhwanul muslimin di Indonesia ada sejak perjuangan kemerdekaan 1945. Dan dalam perkembangan selanjutnya, pengaruhnya sudah terasa dalam pergerakan-pergerakan politik saat itu, misalnya partai Masyumi (tetapi pada akhirnya, Sukarno membekukan partai ini). Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dari pergerakan-pergerakan Islam hingga saat ini, baik ormas maupun partai politik.