Menurut
kamus Bahasa Inggris-Indonesia yang disusun oleh Hassan Shadily, John M.
Echols.(Gramedia:1988) menyatakan Trance = kesurupan. Tetapi pada beberapa
referensi mengatakan bahwa kesurupan berbeda dengan trance. Kosakata bahasa
Inggris kesurupan lebih dekat dengan kata possession. Dalam fenomena kesurupan,
seseorang mengalami keadaan trance akan tetapi tidak setiap keadaan trance
adalah kesurupan. Trance dapat terjadi saat seseorang fokus, relaks, menikmati,
larut dan berminat atas sesuatu.
Fenomena
trance mudah dilihat pada saat orang Aceh sedang menarikan Saman atau
mendendangkan kisah perang sabil, Saat orang Batak sedang bagondang, saat penari
piring dari ranah minang asyik menari hingga nyaman berdiri dan menggerakkan
kaki di atas tumpukan beling, saat para Jawara memainkan debus di Banten, saat
Aki-aki dari Garsela (Garut Selatan) ngengklak surak ibra, saat penari jaran
kepang tegang dan mengunyah beling, saat penari Reog Ponorogo tubuhnya kuat
membawa topeng macan dengan bulu merak sambil memanggul warok, saat penari
barong di Bali mencabut keris, memejamkan mata dan menusukkan keris ke dadanya,
saat penari bugis membakar tubuhnya dengan api, saat penari maluku memainkan
bambu gila, dan saat tarian perang dilakukan para pemuda dari papua.
Walaupun
perbedaan tranliterasi antara kesurapan dengan trance atau possession, kali ini
kita akan menyamakan persepsi antara kesurupan dengan trance atau possession. Dalam
isitilah psikologi kesurupan merupakan kelompok gangguan disosiatif.
Kesurupan
atau possesion dan trance, kasusnya banyak dijumpai di negara dunia ketiga. Di
India yang kultur dan budayanya mirip Indonesia, kesurupan atau possesion
syndrome atau possesion hysterical merupakan bentuk disosiasi yang paling
sering ditemukan. Angka kejadiannya kurang lebih 1 – 4% dari populasi umum.
Studi
epidemiologi possesion telah dilaporkan berhubungan dengan krisis sosial di
masyarakat. Dengan begitu banyaknya pemberitaan mengenai kesurupan kita
tentunya sudah tidak asing lagi dengan fenomena tersebut, di mana fenomena
kesurupan sering kali dan bahkan selalu dikaitkan dengan adanya gangguan dari
roh-roh halus yang mengambil alih tubuh korban selama beberapa waktu dan
membuat korban tidak sadar akan apa yang ia perbuat. Tentunya paham seperti ini
merupakan paham tradisional yang ada, diturunkan dan berkembang dalam
masyarakat kita.
Kesurupan
masal yang belakangan ini sering sekali terjadi sebenarnya pada awalnya
merupakan kesurupan individual dan kemudian berubah menjadi masal dikarenakan
orang lain yang melihat peristiwa tersebut menjadi tersugesti. Kesurupan
individual yang terjadi muncul sebagai reaksi atas apa yang sedang dirasakan
oleh individu sebelum proses kesurupan itu terjadi. Melihat prevalensinya,
kesurupan banyak dijumpai pada Negara-negara berkembang seperti Indonesia dan
India, dimana kedua Negara ini mempunyai karaktersitik budaya yang hampir sama.
Kesurupan
menurut Dr.Dadang Hawari adalah reaksi kejiwaan yang dinamakan reaksi disosiasi.
Reaksi yang mengakibatkan hilangnya kemampuan seseorang untuk menyadari
realitas di sekitarnya itu, yang disebabkan adanya tekanan fisik maupun mental.
Tetapi kalau kesurupannya massal, itu melibatkan sugesti. Dissociative trance
disorder dapat terjadi secara perorangan atau bersama-sama, saling memengaruhi,
dan tidak jarang menimbulkan kepanikan bagi lingkungannya (histeria massa).
Bila dalam satu kelompok remaja ada seorang yang mengalami kesurupan, yang lain
terutama yang punya risiko kesurupan, akan segera “tertular”. Ini merupakan
definisi secara medis. Dunia kedokteran, khususnya psikiatri mengakui fenomena
kesurupan sebagai suatu perubahan, tunggal atau episodik, dalam keadaan sadar,
yang ditandai oleh penggantian rasa identitas pribadi. Biasanya dengan
identitas baru. Bisa oleh suatu roh atau kekuatan. Kejadian kesurupan sering kali
terjadi berulang dan kambuh-kambuhan.
Kesurupan
dalam pandangan A. Supratiknya, Ph.D, merupakan refleksi kegagalan yang sedang
terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Maka pada prakteknya jadi heran kalau
kesurupan dikait-kaitkan dengan makhluk halus. Menurut dia, kesurupan bisa
dijelaskan secara rasional. Kesurupan adalah gejala kejiwaan. Kalau sekarang
orang cenderung mencari jawaban pada paranormal, lonceng kematian bagi akal
sehat sedang berdentang. Menurut Pratiknya, kesurupan hanya merefleksi chaos
luar biasa di tengah masyarakat. Kalau tekanannya jelas, kasat mata, orang
mudah melawannya.
Sementara
dari perspektif psikologi, kesurupan sendiri sebenarnya telah menjadi kajian
psikologi klinis, terutama psikologi abnormal. Kesurupan dalam psikologi
dikenal dengan istilah trans dissosiatif dan trans possession disosiatif. Trans
dissosiatif adalah perubahan dalam kesadaran yang bersifat temporer atau
hilangnya perasaan identitas diri tanpa kemunculan identitas baru. Sedangkan
trans possession dissosiatif adalah perubahan dalam kesadaran yang
dikarakteristikkan dengan penggantian identitas personal yang selama ini ada
dengan identitas yang baru.
Kesurupan
baru dimasukkan sebagai kelompok gangguan disosiatif pada tahun 1987. Yang
termasuk gangguan disosiatif adalah amnesia, fugue, dan kepribadian ganda. Gangguan
ini ditandai dengan bertingkahlaku sedemikian rupa sehingga mereka melupakan
bagian-bagian dari kehidupannya.
Mengapa
Wanita Lebih Berisiko Kesurupan?
Berdasarkan
jenis kelamin, perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk kesurupan
dibandingkan laki-laki. Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang terjadi sebagian
besar adalah perempuan. Hal ini mungkin karena perempuan lebih sugestible atau
lebih mudah dipengaruhi dibandingkan laki-laki. Mereka yang mempunyai
kepribadian histerikal yang salah satu cirinya sugestible lebih berisiko untuk
kesurupan atau juga menjadi korban kejahatan hipnotis. Berdasarkan usia,
sebagian besar korban kesurupan berusia remaja dan dewasa muda. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa mereka yang berisiko untuk kesurupan adalah
perempuan usia remaja atau dewasa muda yang mudah dipengaruhi. Selain itu,
wanita lebih labil ketimbang pria dan terjadi perubahan dalam jiwanya. Banyak
hal bisa menjadi penyebabnya. Antara lain kondisi keluarga, kondisi sekolah,
hubungan pertemanan, sosial politik, dan masih banyak lagi.
Gejala-Gejala
Kesurupan
Gejala-gejala
beberapa waktu sebelum kesurupan antara lain kepala terasa berat, badan dan
kedua kaki lemas, penglihatan kabur, badan terasa ringan, dan ngantuk.
Perubahan ini biasanya masih disadari oleh subjek, tetapi setelah itu ia
tiba-tiba tidak mampu mengendalikan dirinya. Melakukan sesuatu di luar
kemampuan dan beberapa di antaranya merasakan seperti ada kekuatan di luar yang
mengendalikan dirinya.
Mereka
yang mengalami kesurupan merasakan bahwa dirinya bukanlah dirinya lagi, tetapi
ada suatu kekuatan yang mengendalikan dari luar. Keadaan saat kesurupan ada
yang menyadari sepenuhnya, ada yang menyadari sebagian, dan ada pula yang tidak
menyadari sama sekali. Dalam keadaan kesurupan korban melakukan gerakan-gerakan
yang terjadi secara otomatis, tidak ada beban mental, dan tercetus dengan
bebas. Saat itu merupakan kesempatan untuk mengekspresikan hal-hal yang
terpendam melalui jeritan, teriakan, gerakan menari seperti keadaan hipnotis
diri. Setelah itu, fisik mereka dirasa lelah tetapi, mental mereka mendapat
kepuasan hebat. Frigerio menyatakan, ada tiga stadium yang dialami orang
kesurupan.
Pertama, irradiation
(subjek tetap menyadari dirinya tetapi ada perubahan yang dirasakan pada
tubuhnya.
Kedua being
diside, subjek berada dalam dua keadaan yang berbeda, namun ada
sebagian yang dialaminya disadarinya.
Stadium
ketiga disebut stadium incorporation, subjek sepenuhnya dikuasai oleh yang
memasukinya dan semua keadaan yang dialami tidak diingatnya.
Kesurupan
dapat pula diartikan suatu keadaan seseorang dikuasai oleh roh jahat, yakni
yang bersangkutan tidak dapat mengendalikan diri dan merugikan diri sendiri
atau orang lain, seperti menyerang atau kena guna-guna. Kepercayaan seperti ini
juga banyak dijumpai di hampir semua kultur di Indonesia.
Kemampuan
yang perlu ditingkatkan pada para korban kesurupan adalah mengajar dan melatih
korban mengelola stres dan konflik dengan cara yang baik dan benar. Artinya,
bila di kemudian hari mengalami stres atau konflik, atau diberi tanggung jawab
yang berat, cara penyelesaiannya tidak lagi dengan kesurupan, tetapi dengan
cara yang lebih konstruktif. Selain itu, perlu pula meningkatkan toleransi
terhadap stres.
Referensi:
Samiun,
Justinus. 2006. Kesehatan Mental.
Yogyakarta. Kanisius
http://www.mindtalk.com/ch/sebenarnya#!/post/4e506ca1f7b730701c001346
http://kaosmagic.com/index.php?option=com_content&view=article&id=31%3Akesurupan-&catid=2%3Aartikel-magic&Itemid=11&limitstart=2