Seperti yang sudah diketahui bahwa masing-masing individu berbeda-beda intelegensinya. Karena perbedaan tersebut sehingga antara individu tidak sama kemampuannya dalam memcahkan suatu persolan yang dihadapi. Mengenai perbedaan intelegensi ini terdapat dua pandangan:
Perbedaan Kualitatif
Pandangan yang berpendapat bahwa perbedaan intelegensi individu satu dengan yang lainnya itu memang secara kulaitatif berbeda, jadi pada dasarnya memang berbeda.
Pandangan Kuantitatif
Pandangan yang berpendapat bahwa perbedaan intelegensi individu satu dengan yang lainnya itu karena perbedaan materi yang diterima atau karena perbedaan dalam proses belajarnya. Meskipun demikian, kedua peandangan tersebut mengakui bahwa antara individu memiliki intelegensi yang berbeda.
Persoalan lain yang timbul dalam hal ini adalah tentang cara mengetahui taraf intelegensi tersebut. Dalam masalah ini, beberapa ahli psikologi yang memberikan kontribusinya adalah:
1. Sejarah Tes Intelegensi
Pada abad XIV, di cina, telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para pelamar jabatan pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para pelamar harus mengikuti ujian, ujian tertulis mengenai pengetahuan konvusion klasik dan mengenai kemampuan menulis puisi. Ujian ini berlangsung sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 7% pelamar yang biasanya lulus tingkat distrik kemudian harus mengikuti ujian berikutnya yang berupa menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke 2 ini kurang dari 10% peserta yang lulus. Akhirnya barulah ujian tingkat akhir diadakan di peking dimana diantara para peserta terakhir ini hanya lulus 3% saja. Lulusan ini kemudian diangkat menjadi mandarin dan bekerja sebagai pegawai negara. Dengan demikian dari ke 3 tahap ujian tersebut hanya 5 diantara 100.000 pelamar yang akhirnya menjadi mandarin.
Mungkin suatu kebetulan, bahwa awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kempuan yang bersifat umum yang kita kenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam kurun waktu yang kurang lebih serempak di amerika serikat dan Perancis.
Di amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental”, James Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya mental tes and measuremens di tahun 1890. buku ini berisi serangkaian tes intelegensi yang terdiri atas 10 jenis ukuran. Ke 10 macam ukuran tersebut adalah:
- Dinamo meter peasure, yaitu ukuran kekuatan tangan menekan pegas yang dianggap sebagai indikator aspek psikofisiologis
- Rate of movement, yaitu kecepatan gerak tangan dalam satuan waktu tertentu yang dianggap memiliki komponen mental didalamnya.
- Sensation areas, yaitu pengukuran jarak terkecil diantara 2 tempat yang terpisah dikulit yang masih dapat dirasakan sebagai 2 titik berbeda.
- Peasue caosing pain, yaitu pengukuran yamg dianggap berguna dalam diaknosis terhadap penyakit saraf dan dalam mempelajari status kesadaran abnormal.
- Least noticabele difference in weight, yaitu pengukuran perbedaan berat yang terkecil yang masih dapat dirasakan seseorang.
- Reaction time for sound, yang mengukur waktu antara pemberian stimulus dengan timbulnya reaksi tercepat.
- Time for naming colors, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap proses yang. lebih”mental”daripada waktu-reaksi yang dianggap reflektif.
- Bisection of a 50-cm line, yang dianggap sebagai suatu ukuran terhadap akurasi “ space judgment’
- Judgment of 10second time, yang dimaksudkan sebagai ukuran akurasi dalam ‘time judgment’( subyek diminta menghitung 10 detik tampa bantuan apapun).
- Number of latters repeated upon once hearing, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap perhatian dan ingatan( subyek diminta mengulang huruf yang sudah disebutkan 1x)
2. Latar Belakang Tes Intelegensi
- E. Seguin (1812 – 1880) disebut sebagai pionir dalam bidang tes intelegensi yang mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Kemudian usaha ini distandanisir oleh Henry H. Goddard (1906). E. Seguin digolongkan kepada salah seorang yang mengkhususkan diri pada pendidikan anak terkebelakang dan disebut juga bapak dari tes performansi.
- Joseph Jasnow (1863 – 1944) adalah merupakan salah satu dari beberapa orang yang pertama kali mengembangkan daftar norma-norma dalam pengukuran psikologis.
- G.C. Ferrari (1896) mempublikasikan tes yang bisa dipakai untuk mendiagnosis keterbelakangan mental.
- August Oehr mengadakan penelitian inhmetasi antara berbagai fungsi psikologis (h. 14).
- E. Kraepelin, seorang psikotes menyokong usaha ini, empat macam tes yang dikembangkan, di antaranya yaitu:
- Koordinasi motoric
- Asosiasi kata-kata
- Fungsi persepsi
- Ingatan
6. Dan E. Kraepelin juga mengembangkan tes intelegensi yang berkaiatan dengan tes penataran aritmatik dan kalkulasi sederhana tahun 1895.
Di samping itu berkembang pula tes yang dipakai untuk kelompok (group). Hal ini diawali dengan tes verbal untuk seleksi tentara (wajib militer) yang disebut dengan Army Alpha. Untuk yang buta huruf atau tidak bisa berbicara bahasa Inggris dipergunakan Army Beta sekitar tahun 1917 – 1918, tes ini dipakai hampir dua juta orang.
3. Jenis-Jenis Tes Intelegensi
Berdasarkan penataannya ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu :
a) Tes Intelegensi individual, beberapa di antaranya:
- Stanford – Binet Intelegence Scale.
- Wechster – Bellevue Intelegence Scale (WBIS)
- Wechster – Intelegence Scale For Children (WISC)
- Wechster – Ault Intelegence Scale (WAIS)
- Wechster Preschool and Prymary Scale of Intelegence (WPPSI)
b) Tes Intelegensi kelompok, beberapa di antaranya:
- Pintner Cunningham Prymary Test
- The California Test of Mental Makurity
- The Henmon – Nelson Test Mental Ability
- Otis – Lennon Mental Ability Test
- Progassive Matrices
c) Tes Intellegensi dengan tindakan perbuatan
Untuk tujuan program layanan bimbingan di sekolah yang akan dibahas adalah tes intelegensi kelompok berupa:
- The California Test of Mental Maturity (CTMM)
- The Henmon – Nelson Test Mental Ability
- Otis – Lennon Mental Ability Test, and
- Progassive Matrices. (22)
Ada kalsifikasi atau standar tingkat IQ yang cukup berpengaruh yaitu klasifikasi dari Wechsler yang menciptakan tes WISC yang diperuntukan bagi anak-anak pada tahun 1949. Adapun kalsifikasi IQ-nya.
Name | IQ |
Very superior | 130 + |
Superior | 120 – 129 |
Bright normal | 110 – 119 |
Average | 90 – 109 |
Dull normal | 80 – 89 |
Borderline | 70 – 79 |
Mental defective | 69 and below |
(Harriman, 1958)
4. Teori-Teori dan Pendekatan-Pendekatan Tentang Intelegensi
Diantara beberapa uraian ringkas mengenai teori intelegensi beserta tokohnya masing-masing sebagai berikut:
- Alfred Binet mengatakan bahwa intelegensi bersifat monogenetik yaitu berkembang dari suatu faktor satuan. Menurutnya intelegensi merupakan sisa tunggal dari karekteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang.
- Edward Lee Thorndike, teori Thorndike menyatakan bahwa intelegensi terdiri dari berbagai kemampuan spesifik yang ditampikan dalam wujud perilaku intelegensi.
- Robert J. Sternberg, teori ini mentikberatkan pada kesatuan dari berbagai aspek intelegensi sehingga teorinya teorinya lebih berorientasi pada proses. Teori ini disebut juga dengan Teori Intelegensi Triarchic. Teori ini berusaha menjelaskan secara terpadu hubungan antara:
a. Intelegensi dan dunia internal seseorang
b. Intelegensi dan dunia eksternal seseorang
c. Intelegensi dan pengalaman
Adapun dalam memahami hakikat intelegensi, Maloney dan Ward (1976) engemukakakn empat pendekatan umum, yaitu.
- Pendekatan Teori Belajar. Inti pendekatan ini mengenai masalah hakikat intelegensi terletak pada pemahaman mengenai hukum-hukum dan prinsip umum yang dipergunakan individu untuk memperoleh bentuk-bentuk perilaku baru.
- Pendekatan Neurobiologis. Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi memiliki dasar anatomis dan biologis. Perilaku intelegensi menurut pendekatan ini dapat ditelusuri dasar-dasar neuro-anatomis dan neuro-fisiologisnya.
- Pendekatan Psikomotorik. Pendekatan ini beranggapan bahwa intelegensi merupakan suatu konstrak atau sifat psikologis yang berbeda-beda kadarnya bagi setiap dua arah study, yaitu: Bersifat praktis yang menekankan pada pemecahan masalah, dan Bersifat teoritis yang menekankan pada konsep dan penyusunan teori
- Pendekatan Teori Perkembangan
Dalam pendekatan ini, studi intelegensi dipusatkan pada masalah perkembangan intelegensi secara kuantitatif dalam kaitannya dengan tahap-tahap perkembangan biologis individu.
Faktor-Faktor dalam Intelegensi
Dalam intelgensi akan ditemukan faktor-faktor tertentu yang para ahli sendiri belum terdapat pendapat yang sama seratus persen. Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai faktor-faktor dalam intelegensi
1. Thorndike dengan Teori Multi-Faktor
Teori ini menyatakan bahwa intelegensi itu tersusun dari beberapa faktor yang terdiri dari elemen-elemen, tiap elemen terdiri dari atom-atom, dan tiap atom itu terdiri dari stimulus-respon. Jadi, suatu aktivitas adalah merupakan kumpulan dari atom-atom aktivitas yang berkombinasi satu dengan yang lainnya.
2. Spearman
Menurut Spearman intelegensi mengandung 2 macam faktor, yaitu:
- General ability atau general faktor (faktor G). Faktor ini terdapat pada semua individu, tetapi berbeda satu dengan yang lainnya. Faktor ini selalu didapati dalam semua “performance”.
- Special ability atau special faktor (faktor S). Faktor ini merupakan faktor yang khusus mengenai bidang tertentu. Dengan demikian, maka jumlah faktor ini banyak, misalnya ada S1, S2, S3, dan sebagainya sehingga kalau pada seseorang faktor S dalambidang tertentu dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang tersebut.
Menurut Spearman tiap-tiap “performance” adanya faktor G dan faktor S, atau dapat dirumuskan. P=G+S
3. Burt
Menurut Burt dalam intelegensi terdapat 3 faktor
- Special ability atau special faktor (faktor S)
- General ability atau general faktor (faktor G)
- Common ability atau common faktor disebut juga group factor (faktor C)
Faktor ini merupakan sesuatu kelompok kemampuan tertentu seperti kemampuan kelompok dalam bidang bahasa. Sehingga rumus “performance” menjadi P=G+S+C
4. Thurstone
Thurnstone mempunyai pandangan tersendiri. Dia berpendapat bahwa dalam intelegensi terdapat faktor-faktor primer yang merupakan “group factor”, yaitu:
- Spatial relation (S). Kemampuan untuk melihat gambar tiga dimensi
- Perceptual speed (P). Kecepatan dan ketepatan dalam mempertimbangkan kesamaan dan perbedaan atau dalam merespon detil-detil visual.
- Verbal comprehension (V). Kemampuan memahami bacaan, kosakata, analogi verbal, dan sebagainya.
- Word fluency (W). Kecepatan dalam menghubug-hubngkan kata dengan berbagai rima dan intonasi.
- Number facility (N). Kecepatan ketepatan dalam perhitungan
- Associative memory (M). Kemampuan menggunakan memori untuk menghubungkan berbagi assosiasi.
- Induction (I). Kemampuan untuk menarik suatu kesimpulan suatu prinsip atau tugas.
Menurutnya faktor-faktor tesebut berkombinasi sehingga menghasilkan tindakan atau perbuatan yang intelegen.
Tags
Psikologi Pendidikan