Penyakit mental, disebut juga gangguan mental, penyakit jiwa,
atau gangguan jiwa, adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih
fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera). Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
(dan keluarganya). Penyakit mental dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal
umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Penyakit mental bukan
disebabkan oleh kelemahan pribadi.
Di masyarakat banyak
beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai penyakit mental, ada yang
percaya bahwa penyakit mental disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang
menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya.
Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya
karena pengidap penyakit jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat.
A. SKIZOFRENIA SEBAGI BENTUK GANGGUAN JIWA
Skizofrenia merupakan bahasan yang menarik
perhatian pada konferensi tahunan “The American Psychiatric
Association/APA” di Miami, Florida, Amerika Serikat, Mei 1995 lalu.
Sebab di AS angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime prevalance
rates) mencapai 1/100 penduduk. Berdasarkan data di AS:
- Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut;
- Prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multipel skelosis, pasien diabtes yang memakai insulin, dan penyakit otot (muscular dystrophy);
- 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% di antaranya berhasil (mati bunuh diri);
- Angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya.
B. FAKTOR PENYEBAB SKIZOFRENIA
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab
(etilogi) yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia, padahal orang
lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak
ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir
antara lain:
- Faktor genetik;
- Virus;
- Auto antibody;
- Malnutrisi.
Sejauh manakah peran genetik pada skizofrenia?
Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai
berikut:
- Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
- Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%.
Penelitian lain
menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai
peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian
hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma,
toksin dan kelainan hormonal.
Penelitian mutakhir
menyebutkan bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak
akan muncul kecuali disertai faktor-faktor
lainnya yang disebut epigenetik faktor.
Kesimpulannya adalah bahwa skizofrenia muncul
bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan:
- Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
- Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
- Komplikasi kandungan; dan
- Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Selanjutnya dikemukakan
bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila
mengalami stresor psikososial dalam
kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada
orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.
C. PENYEBAB UMUM GANGGUAN JIWA
Manusia bereaksi secara
keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara
somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur
ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah
gejala-gejala yang patologik dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa
unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah
manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal
yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur
dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat,
kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan
kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar amanusia,
dan sebagainya.
Data di bawah ini
merupakan taksiran kasar jumlah penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada
dalam satu tahun di Indonesia dengan penduduk 130 juta orang.
Psikosa fungsional
520.000
Sindroma otak organik
akut 65.000
Sindroma otak organik
menahun 130.000
Retradasi mental
2.600.000
Nerosa 6.500.000
Psikosomatik 6.500.000
Gangguan kepribadian
1.300.000
Ketergantungan obat
1.000
Biarpun gejala umum atau
gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya
mungkin di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun
dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi
beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi
atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa.
Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan
badaniah seorang berkurang sehingga mengalami keradangan tenggorokan atau
seorang dengan mania mendapat kecelakaan.
Sebaliknya seorang
dengan penyakit badaniah umpamanya keradangan yang melemahkan, maka daya tahan
psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama
diketahui juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa.
Contoh lain ialah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran,
keradangan dan sebagainya) kemudian menadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia
mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka
ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi.
Sumber penyebab gangguan
jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus
saling mempengaruhi, yaitu:
A. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
Faktor-faktor somatic, antara lain:
a. Neroanatomi
b. Nerofisiologi
c. Nerokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organic
e. Faktor-faktor pre dan peri - natal
B. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)
Faktor-faktor psikologik, antara lain:
a. Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau
abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan
tak percaya dan kebimbangan)
b. Peranan ayah
c. Persaingan antara saudara kandung
d. Inteligensi
e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu
atau rasa salah
g. Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan
yang tidak menentu
h. Keterampilan, bakat dan kreativitas
i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j. Tingkat perkembangan emosi
k. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
C. Faktor Sosial
Faktor-faktor sosial, meliputi:
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan
fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai
1. Faktor keturunan
Pada mongoloisme atau sindroma
Down (suatu macam retardasi mental dengan mata sipit, muka datar,
telinga kecil, jari-jari pendek dan lain-lain) terdapat trisoma (yaitu tiga
buah, bukan dua) pada pasangan Kromosoma No. 21.
Sindroma Turner (dengan
ciri-ciri khas : tubuh pendek, leher melebar, infantilisme sexual) ternyata
berhubungan dengan jumlah kromosima sex yang abnormal. Gangguan yang
berhubungan dengan kromosoma sex dikatakan “terikat pada sex” (“sex linked”),
artinya bahwa efek genetik itu hanya terdapat pada kromosoma sex. Kaum wanita
ternyata lebih kurang peka terhadap gangguan yang terikat pada sex, karena
mereka mempunyai dua kromosoma X : bila satu tidak baik, maka yang lain
biasanya akan melakukan pekerjaannya. Akan tetapi seorang pria hanya mempunyai
satu kromosoma X dan satu kromosoma Y, dan bila salah satu tidak baik, maka
terganggulah ia. Masih dipermasalahkan, betulkan pria dengan XYY lebih
cenderung melakukan perbuatan kriminal yang kejam?
2. Faktor Konstitusi
Konstitusi pada umumnya
menunjukkan kepada keadaan biologik seluruhnya, termasuk baik yang diturunkan
maupun yang didapati kemudian; umpamanya bentuk badan (perawakan), sex,
temperamen, fungsi endoktrin daurat syaraf jenis darah Jelas bahwa hal-hal ini
mempengaruhi perilaku individu secara baik ataupun tidak baik, umpamanya bentuk
badan yang atletik atau yang kurus, tinggi badan yang terlalu tinggi ataupun
terlalu pendek, paras muka yang cantrik ataupun jelek, sex wanita atau pria,
fungsi hormonal yang seimbang atau yang berlebihan salah satu hormon, urat
syaraf yang cepat reaksinya atau yang lambat sekali, dan seterusnya. Semua ini
turut mempengaruhi hidup seseorang.
3. Cacat Kongenital
Cacat kongenital atau
sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, terlebih yang berat,
seperti retardasi mental yang brat. Akan tetapi pada umumnya pengaruh cacat ini
pada timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu itu, bagaimana
ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang cacat atau
berubah itu.
Orang tua dapat
mempersukar penyesuaian ini dengan perlindungan yang berlebihan (proteksi
berlebihan). Penolakan atau tuntutan yang sudah di luar kemampuan anak.
Singkatnya : kromosoma dan “genes” yang defektif serta banyak faktor lingkungan
sebelum, sewaktu dan sesudah lahir dapat mengakibatkan gangguan badaniah. Cacat
badaniah biasanya dapat dilihat dengan jelas,tetapi gangguan sistim biokimiawi
lebih halus dan sukar ditentukan. Gangguan badaniah dapat mengganggu fungsi
biologik atau psikologik secara langsung atau dapat mempengaruhi daya tahan
terahdap stres.
4. Perkembangan Psikologik yang salah
Perkembangan psikologik yang salah, seperti:
a. Ketidak matangan atau fixasi, yaitu inidvidual gagal berkembang
lebih lanjut ke fase berikutnya;
b. “Tempat-tempat lemah” yang ditinggalkan oleh pengalaman yang
traumatik sebagai kepekaan terhadap jenis stres tertentu, atau
c. disorsi, yaitu bila inidvidu mengembangkan sikap atau pola
reaksi yang tidak sesuai atau gagal mencapai integrasi kepribadian yang normal.
Kita akan membicarakan beberapa faktor dalam perkembangan psikologik yang tidak
sehat
5. Deprivasi dini
Deprivasi maternal atau
kehilangan asuhan ibu di rumah sendiri, terpisah dengan ibu atau di asrama,
dapat menimbulkan perkembangan yang abnormal. Deprivasi rangsangan umum dari
lingkungan, bila sangat berat, ternyata berhubungan dengan retardasi mental.
Kekurangan protein dalam makanan, terutama dalam jangka waktu lama sebelum anak
breumur 4 tahun, dapat mengakibatkan retardasi mental.
Eprivasi atau frustrasi
dini dapat menimbulkan “tempat-tempat yang lemah” pada jiwa, dapat
mengakibatkan perkembangan yang salah ataupun perkembangan yang berhenti. Untuk
perkembangan psikologik rupanya ada “masa-masa gawat”. Dalam masa ini
rangsangan dan pengalaman belajar yang berhubungan dengannya serta pemuasan
berbagai kebutuhan sangat perlu bagi urut-urutan perkembangan intelektual,
emosional dan sosial yang normal
6. Pola keluarga yang petagonik
Dalam masa kanak-kanak
keluarga memegang peranna yang penting dalam pembentukan kepriadian. Hubungan
orangtua-anak yang salah atau interaksi yang patogenik dalam keluarga sering
merupakan sumber gangguan penyesuaian diri.
Kadang-kadang orangtua
berbuat terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak itu
berkembang sendiri. Ada kalanya orangtua berbuat terlalu sedikit dan tidak
merangsang anak itu atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang
dibutuhkannya. Kadang-kadang mereka malahan mengajarkan anak itu pola-pola yang
tidak sesuai.
Akan tetapi pengaruh
cara asuhan anak tergantung pada keadaan sosial secara keseluruhan dimana hal
itu dilakukan. Dan juga, anak-anak bereaksi secara berlainan terhadap cara yang
sama dan tidak semua akibat adalah tetapi kerusakan dini sering diperbaiki
sebagian oleh pengalaman di kemudian hari. Akan tetapi beberapa jenis hubungan
orangtua-anak sering terdapat dalam latar belakang anak-anak yang terganggu,
umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja berlebihan, tuntutan
perfeksionistik, standard moral yang kaku dan tidak realistik, disiplin yang
salah, persaingan antar saudara yang tidak sehat, contoh orangtua yang salah,
ketidak-sesuaikan perkawinan dan rumah tangganya yang berantakan, tuntutan yang
bertentangan.
D. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI (PENCETUS) GANGGUAN JIWA
1. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjanya
Hanya memikirkan dirinya
sendiri, hanya tidak menuntut saja, lekas berekcil hati, tidak tahan
kekecewaan. Ingin menarik perhatian kepada dirinya sendiri. Kurang rasa
bertanggung jawab. Cenderung menolak peraturan dan minta dikecualikan.
2. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan
“harus tunduk saja”
Kurang berani dalam
pekerjaan, condong lekas menyerah. Bersikap pasif dan bergantung kepada orang
lain. Ingin menjadi “anak emas” dan menerima saja segala perintah.
3. Penolakan (anak tidak disukai)
Merasa gelisah dan
diasingkan. Bersikap melawan orang tua dan mencari bantuan kepada orang lain.
Tidak mampu memberi dan menerima kasih-sayang.
4. Menentukan normanorma etika dan moral yang terlalu tinggi
Menilai dirinya dan hal
lain juga dengan norma yang terlalu keras dan tinggi. Sering kaku dan keras
dalam pergaulan. Cenderung menjadi sempurna (“perfectionnism”) dengan cara yang
berlebihan. Lekas merasa bersalah, berdosa dan tidak berarti.
5. Disiplin yang terlalu keras Menilai dan menuntut dari pada
dirinya juga secara terlalu keras
Agar dapat meneruskan
dan menyelesaikan sesuatu usaha dengan baik, diperlukannya sikap menghargai
yang tinggi dari luar.
6. Disiplin yang tak teratur atau yang bertentangan
Sikap anak terhadap
nilai dan normapun tak teratur. Kurang tetap dalam menghadapi berbagai
persoalan didorong kesana kemari antara berbagai nilai yang bertentangan. Perlu
diingat bahwa hubungan orangtua-anak selalu merupakan suatu interaksi (saling
mempengaruhi), bukanlah hanya pengaruh satu arah dari orangtua ke anak
7. Masa remaja
Masa remaja dikenal
sebagai masa gawat dalam perkembangan kepribadian, sebagai masa “badai dan
stres”. Dalam masa ini inidvidu dihadapi dengan pertumbuhan yang cepat,
perubahan-perubahan badaniah dan pematangan sexual. Pada waktu yang sama status
sosialnya juga mengalami perubahan, bila dahulu ia sangat tergantung kepada
orangtuanya atau orang lain, sekarang ia harus belajar berdiri sendiri dan
bertanggung jawab yang membawa dengan sendirinya masalah pernikahan, pekerjaan
dan status sosial umum. Kebebasan yang lebih besar membawa tanggung jawab yang
lebih besar pula.
Perubahan-perubahan ini
mengakibatkan bawha ia harus mengubah konsep tentang diri sendiri. Tidak jarang
terjadi “krisis identitas” (Erikson, 1950). Ia hasu memantapkan dirinya sebagai
seorang individu yang berkepribadian lepas dari keluarganya, ia harus
menyelesaikan masalah pendidikan, pernikahan dan kehidupan dalam masyarakat.
Bila ia tidak dibekali dengan pegangan hidup yang kuat, maka ia akan mengalami
“difusi identitas”, yaitu ia bingung tentang “apakah sebenarnya ia ini” dan
“buat apakah sebebarnya hidup ini”. Sindroma ini disebut juga “anomi”, remaja
itu merasa terombang ambing, terapung-apung dalam hidup ini tanpa tujuan
tertentu. Banyak remaja sebenarnya tidak membernontak, akan tetapi hanya
sekedar sedang mencari arti dirinya sendiri serta pegangan hidup yang berarti
bagi mereka. Hal “badai dan stres” bagi kaum remaja ini sebagian besar berakar
pada struktur sosial suatu masyarakat. Ada masyarakat yang membantu para remaja
ini dengan adat- stiadatnya sehingga masa remaja dilalui tanpa gangguan
emosional yang berarti.
Kebanyakan kebutuhan
kita hanya dapat diperoleh melalui hubungan dengan orang-orang lain. Jadi cara
kita berhubungan dengan orang lain sangat mempengaruhi kepuasan hidup kita.
Kegagalan untuk mengadakan hubungan antar manusia yang baik mungkin berasal
dari dan mengakibatkan juga kekurang partisipasi dalam kelompok dan kekurangan
identifikasi dengan kelompok dan konformitas (persesuaian) yang berlebihan
dengan norma-norma kelompok (seperti dalam “gang” atau perkumpulan-perkumpulan
rahasia para remaja). Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kemampuan utama
dalam hidup dan dalam menyesuaikan diri memerlukan “penerapan” tentang beberapa
masalah utama dalam hidup, seperti pernikahan, ke-orangtua-an, pekerjaan dan
hari tua. Di samping kemampuan umum ini dalam bidang badaniah, emosional,
sosial dan intelektual, kita memerlukan persiapan bagi masalah. Masalah khas
yang mungkin sekali akan dihadapi dalam berbagai masa hidup kita.
8. Faktor sosiologik dalam perkembangan yang salah
Alfin Toffler
mengemukakan bahwa yang paling berbahaya di zaman modern, di negara-negara
dengan “super-industrialisasi”, ialah kecepatan perubahan dan pergantian yang
makin cepat dalam hal “ke-sementara-an” (“transience”), “ke-baru-an”
(“novelty”) dan “ke-aneka-ragaman” (“diversity”). Dengan demikian individu
menerima rangsangan yang berlebihan sehingga kemungkinan terjadinya kekacuan
mental lebih besar. Karena hal ini lebih besar kemungkiannya dalam masa depan,
maka dinamakannya “shok masa depan” (“future shock”).
Telah diketahui bahwa
seseorang yang mendadak berada di tengah-tengah kebudayaan asing dapat
mengalami gangguan jiwa karena pengaruh kebudayaan ini yang serba baru dan
asing baginya. Hal ini dinamakan “shock kebudayaan” (“culture shock”). Seperti
seorang inidvidu, suatu masyarakat secara keseluruhan dapat juga berkembang ke
arah yang tidak baik. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lingkungan fisik
(umpamanya daerah yang dahulu subur berubah menjadi tandus) ataupun oleh
keadaan sosial masyarakat itu sendiri (umpanya negara dengan pimpinan
diktatorial, diskriminasi rasial.religius yang hebat, ketidak-adilan sosial,
dan sebagainya). Hal-hal ini merendahkan daya tahan frustasi seluruh masyarakat
(kelompok) dan menciptakan suasana sosial yang tidak baik sehingga para
anggotanya secara perorangan dapat menjurus ke gangguan mental. Faktor-faktor
sosiokultural membentuk, baik macam sikap individu dan jenis reaksi yang
dikembangkannya, maupun jenis stres yang dihadapinya.
9. Genetika
Menurut Cloninger, 1989
gangguan jiwa; terutama gangguan persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya
erat sekali penyebabnya dengan faktor genetik termasuk di dalamnya saudara
kembar, atau anak hasil adopsi. Individu yang memiliki anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan
orang yang tidak memiliki faktor herediter.
Individu yang memiliki
hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari klien yang mengalami
gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %, sedangkan keponakan atau cucu
kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai kembar identik
dengan klien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 46-48 %,
sedangkan kembar dizygot memiliki kecenderungan 14-17 %. Faktor genetik
tersebut sangat ditunjang dengan pola asuh yang diwariskan sesuai dengan
pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga klien yang mengalamigangguan jiwa.
10. Neurobiological
Menurut Konsep
Neurobiological gangguan jiwa sangat berkaitan dengan keadaan struktur otak
sebagai berikut:
Abnormalities in the structure of the brain or
in its activity in specific locations can cause or contribute to psychiatric disorders.
For example, a communication problem in one small part of the brain can cause
widespread dysfunction. It is also known that the following network of nuclei
that control cognitive, behavioral, and emotional functioning ae particularly
implicated in psychiatric disorders :
- The cerebral cortex, which is critical in decision making and higher-order thinking, such as abstract reasoning.
- The limbic system, which is involved in regulating emotional behavior, memory, and learning.
- The basal ganglia, some of which coordinate movement
- The hypothalamus, which regulates hormones through out the body and behaviors such as eating, drinking, and sex.
- The locus ceruleus, which manufactures neurons, which regulate sleep and are involved with behavior and mood.
- The substantia nigra, dopamine-producing cells involved in the control of complex movement, thinking, and emotional responses.
Klien yang mengalami
gangguan jiwa memiliki ciri-ciri biologis yang khas terutama pada susunan dan
struktur syaraf pusat, biasanya klien mengalami pembesaran ventrikel ke III
sebelah kirinya. Ciri lainnya terutama adalah pada klien yang mengalami
Schizofrenia memiliki lobus frontalis yang lebih kecil dari rata-rata orang
yang normal (Andreasen, 1991). Menurut Candel, Pada klien yang mengalami
gangguan jiwa dengan gejala takut serta paranoid (curiga) memiliki lesi pada
daerah Amigdala sedangkan pada klien Schizofrenia yang memiliki lesi pada area
Wernick’s dan area Brocha biasanya disertai dengan Aphasia serta disorganisasi
dalam proses berbicara (Word salad). Adanya Hiperaktivitas Dopamin pada klien
dengan gangguan jiwa seringkali menimbulkan gejala-gejala Schizofrenia. Menurut
hasil penelitian, neurotransmitter tertentu seperti Norepinephrine pada klien
gangguan jiwa memegang peranan dalam proses learning, Memory
reiforcement, Siklus tidur dan bangun, kecemasan, pengaturan aliran
darah dan metabolisme.
Neurotransmitter lain
berfungsi sebagai penghambat aktivasi dopamin pada proses pergerakan yaitu
GABA.(Gamma Amino Butiric Acid). Menurut Singgih gangguan mental dan emosi juga
bias disebabkan oleh perkembangan jaringan otak yang tidak cocok (Aplasia). Kadang-kadang
seseorang dilahirkan dengan perkembangan cortex cerebry yang
kurang sekali, atau disebut sebagai otak yang rudimenter (Rudimentary
Brain). Contoh gangguan tersebut terlihat pada Microcephaly yang
ditandai oleh kecilnya tempurung otak. Adanya trauma pada waktu kelahiran,
tumor, Infeksi otak seperti Enchepahlitis Letargica gangguan
kelenjar endokrin seperti thyroid, keracunan CO (carbon Monoxide)serta
perubahanperubahan karena degenerasi yang mempengaruhi sistem persyarafan
pusat.
11. Biokimiawi tubuh
Biochemistry. Several brain chemicals have been
implicated in schizophrenia, but research to date points most strongly the following:
- AN excess of the neurotransmitter dopamine.
- An imbalance between dopamine and other neurotransmitters, particularly serotonin.
- Problems in the dopamine receptor systems several research strategies support the role of dopamine in schizophrenia. For instance, drugs that increase levels of dopamine in the brain can produce psychosis. Drugs that reduce dopamine function have antipsychotic effects as well. This is seen in the antipsychotic drugs that reduce the number of postsynaptic receptors that interact with dopamine.
Birth Events. Many
attempts have been made to study the influences of maternal nutrition,
infection, placental insufficiency, anoxia, hemorrhage, and trauma before at
birth as possible causes of schizophrenia.
12. Neurobehavioral
Kerusakan pada bagian-bagian otak tertentu
ternyata memegang peranan pada timbulnya gejalagejala gangguan jiwa, misalnya:
- Kerusakan pada lobus frontalis: menyebabkan kesulitan dalam proses pemecahan masalah dan perilaku yang mengarah pada tujuan, berfikir abstrak, perhatian dengan manifestasi gangguan psikomotorik.
- Kerusakan pada Basal Gangglia dapat menyebabkan distonia dan tremor
- Gangguan pada lobus temporal limbic akan meningkatkan kewaspadaan, distractibility, gangguan memori (Short time).
13. Stress
Stress psikososial dan stress perkembangan yang
terjadi secara terus menerus dengan koping yang tidak efektif akan mendukung timbulnya
gejala psikotik dengan manifestasi; kemiskinan, kebodohan, pengangguran,
isolasi sosial, dan perasaan kehilangan. Menurut Singgih (1989:184), beberapa
penyebab gangguan mental dapat ditimbulkan sebagai berikut :
- Prasangka orang tua yang menetap, penolakan atau shock yang dialami pada masa anak.
- Ketidak sanggupan memuasakan keinginan dasar dalam pengertian kelakuan yang dapat diterima umum.
- Kelelahan yang luar biasa, kecemasan, anxietas, kejemuan
- Masa-masa perubahan fisiologis yang hebat : Pubertas dan menopause
- Tekanan-tekanan yang timbul karena keadaan ekonomi, politik dan sosial yang terganggu
- Keadaan iklim yang mempengaruhi Exhaustion dan Toxema
- Penyakit kronis misalnya; shifilis, AIDS
- Trauma kepala dan vertebra
- Kontaminasi zat toksik
- Shock emosional yang hebat : ketakutan, kematian tiba-tiba orang yang dicintai.
14. Penyalah gunaan obat-obatan
Koping yang maladaptif
yang digunakan individu untuk menghadapi strsessor melalui obat-obatan yang
memiliki sipat adiksi (efek ketergantungan) seperti Cocaine,
amphetamine menyebabkan gangguan persefsi, gangguan proses berfikir,
gangguan motorik dsb.
15. Psikodinamik
Menurut Sigmund Freud adanya gangguan tugas
pekembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan dengan orang lain
sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan takut, respon orang tua yang
maladaptif pada anak akan meningkatkan stress, sedangkan frustasi dan rasa
tidak percaya yang berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan regresi dan
withdral. Disamping hal tersebut di atas banyak faktor yang mendukung timbulnya
gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling
mendukung yang meliputi Biologis, psikologis, sosial, lingkungan
(environmental). Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebabsebab gangguan
jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab satu atau beberapa
faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebab-sebab gangguan
jiwa penting untuk mencegah dan mengobatinya.
Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa dibedakan atas
:
- Sebab-sebab jasmaniah/ biologic
- Sebab-sebab kejiwaan/ psikologik
- Sebab-sebab yang berdasarkan kebudayaan.
Untuk mengetahui mana
penyebab yang asli dan mana yang bukan perlu diketahui dua istilah: sebab yang
memberikan predisposisi adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
rentan/peka terhadap suatu gangguan jiwa (genetik, fisik atau latar belakang
keluarga/ sosial. Sebab yang menimbulkan langsung atau pencetus adalah faktor
traumatis langsung menyebabkan gangguan jiwa (kehilangan harta pekerjaan/
kematian, cendera berat, perceraian dan lain-lain.
16. Sebab Biologik
Faktor biologic bisa karena:
- Keturunan --- Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
- Jasmaniah---beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk / endoform cenderung menderita psikosa manik defresif, sedang yang kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia
- Teperamen---Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa.
- Penyakit dan cedera tubuh---Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.
- Irama sirkardian tubuh---Circadian Rhythms : The recognition that human activities and behaviors such as sleeping, eating, body temperature, menses, and mood are cyclical and tend to be correlated with certain external environmental stimuli is not new. Recently, biological research has hypothesized that these body rhythms are governed by internal circadian pacemakers located in specific areas of the brain and that they ae subject to change by specific external cues.
17. Sebab Psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan
keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya
dikemudian hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada
keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa.
a. Masa bayi ---Yang dimaksud
masa bayi adalah menjelang usia 2 th – 3 th. , dasar perkembangan yang dibentuk
pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini timbul dua masalah yang
penting yaitu:
ü Cara mengasuh bayi---Cinta dan kasih sayang ibu akan
memberikan rasa hangat/ aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan
kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. sebaliknya, sikap ibu yang
dingin acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang kepribadian
yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.
ü Cara memberi makan---Sebaiknya dilakukan dengan tenang,
hangat yang akan memberi rasa aman dan dilindungi, sebaliknya, pemberian yang
kaku, keras dan tergesa-gesa akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.
b. Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)---Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh
disiplin dan otoritas. Hal-hal yang penting pada saat ini adalah:
ü Hubungan orang tua – anak---Penolakan orang tua pada
masa ini, yang mendalam atau ringan, akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia
akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik
diri atau malah menentang dan memberontak.
ü Perlindungan yang berlebihan---Menunjukkan anak atau
memaksakan kehendak/ mengatur dalam segala hal, mengakibatkan kepribadian sianak
tidak berkembang secara wajar waktu dewasa, memiliki krpribadian yang mantap,
cenderung mementingkan diri sendiri dan akibatnya kurang berhasil sebagai orang
tua.
ü Perkawinan tak harmonis dan kehancuran rumah tangga---Anak
tidak mendapat kasih sayang. Tidak dapat menghayati disiplin tak ada panutan,
pertengkaran dan keributan membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa
tidak aman. hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan
tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari.
ü Otoritas dan Disiplin--- Disiplin diberikan
sesuai dengan kemampuan dan tingkat kematangan anak, diberikan dengan cara yang
baik, tegas dan konsisten, sehingga anak menerima sebagai hal yang wajar.
Disiplin yang diluar kemampuan sianak, dipaksakan, dengan cara yang keras dan
kaku, menyebabkan anak akan melawan memberontak atau menuntut berlebihan.
Sebaliknya disiplin yang tidak tegas secara mental, latihan yang keras, akan
menyebabkan rasa cemas, rasa tidak aman dan kemudian hari mungkin menjadi
nakal, keras kepala dan selalu ingin kesempurnaan (perfeksionis).
ü Perkembangan seksual --- Pendekatan yang sehat,
kesediaan untuk memberi jawaban secara jelas, terus terang, wajar dan objektif
terhadap masalah seksual pada anak akan mengembangkan sikap yang positif.
Reaksi orang tua yang menyebabkan anak menganggap sek adalah tabu, menjijikan,
memalukan dan sebagainya akan merupakan awal kesulitan seksual dikemudian hari.
ü Agresi dan cara permusuhan--- Merupakan hal
yang wajar seorang anak akan mengembangkan pola-pola yang berguna. Pengawasan
yang berlebihan, menyebabkan anak akan mengekang, sehingga timbul tingkah laku
yang mengganggu. Agresi dan permusuhan yang diterima anak akan menyebabkan
sikap defens dan mau menag sendiri. Sedangkan sikap yang longgar akan
menyebabkan anak menjadi nakal dan terbiasa dengan perbuatan-perbuatan yang
mengganggu ketertiban.
ü Hubungan kakak-adik --- Persaingan yang sehat
antara adik – kakak merupakan hal yang wajar dan menjadi dasar untuk tumbuh dan
berkembang secara baik. Persaingan yang tidak sehat dan berlebihan (pilih
kasih, menghukun tanpa meneliti, prasangka, kompensasi berlebihan dan
sebagainya) akan merupakan dasar terbentuknya sifat –sifat yang merugikan.
orang tua harus besikap dan menjadi penengah bagi anak-abaknya. Jangan menjadi
pendorong timbulnya persaingan tidak sehat ini.
ü Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan --- Kematian,
kecelakaan, sakit berat, penceraian, perpindahan yang mendadak, kekecewaan yang
berlarut-larut dan sebagainya akan mempengaruhi perkembangan kepribadian, tapi
juga tergantung pada keadaan sekitarnya (orang, lingkungan atau suasana saat
itu) apakah mendukung atau mendorong dan juga tergantung pada pengalamannya
dalam menghadapi masalah tersebut.
c. Masa Anak sekolah ---Masa
ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada masa
ini, anak mulai memperluas lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-batas
keluarga. Masalah-masalahn penting yang timbul:
ü Perkembangan jasmani --- Kekurangan atau cacat
jasmaniah dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap
lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya
melakukan komprensasi yang positif atau komprensasi negatif.
ü Penyesuaian diri di sekolah dan sosialisasi --- Sekolah
adalah tempat yang baik untuk seorang anak mengembangkan kemampuan bergaul dan
memperluas sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau
memaksakan kehendaknya meskipun tak disukai oleh sianak.
d. Masa Remaja --- Secara
jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahan-perubahan yang penting yaitu
timbulnya tandatanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian)
Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan pergolakan yang hebat.
pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba kemampuannya, disuatu fihak
ia merasa sudah dewasa (hak-hak seperti orang dewasa), sedang dilain fihak belum
sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya.
Egosentrik bersifat menetang terhadap otoritas, senang berkelompok, idealis
adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh
pengertian akan sangat membantu proses kematangan kepribadian di usia remaja.
e. Masa Dewasa muda----Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan bahagia
akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan
berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami
banyak gangguan pada masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini
mungkin akan mengalami gangguan-gangguan jiwa. Masalahmasalah yang penting pada
masa ini adalah:
ü Hubungan dengan lawan jenis ---Masa ini dimulai dari
masa pacaran, menikah dan menjadi orang tua beberapa faktor yang mungkin
menyulitkan suatu perkawinan :
ü Perasaan takut dan bersalah mengenai perkawinan dan
kehamilan
ü Perasaan takut untuk berperan sebagai orang tua ketidak
sanggupan mempunyaai anak
ü Perbedaan harapan akan berperan masing-masing (tak ada
penyesuaian baru dalam tingkahlaku / berpikir)
ü Masalah-masalah keuangan
ü Gangguan-gangguan dari keluarga
ü Pemilihan dan penyesuaian pekerjaan
Pekerjaan sebaiknya dipilih berdasar bakat dan minat sendiri
pemilihan yang semata-mata dipaksa/ disuruh / kompensasi atau karena
“kesempatan dan kemudahan” sering mempermudah gangguan penyesuaian dalam
pekerjaan. Gangguan berupa rasa malas, sering bolos, timbul bermacam keluhan
jasmani (sering sakit) sering mengalami kecelakaan dalam pekerjaan dan terlihat
ketegangan-ketegangan dalam keluarga karena jadi pemarah dan mudah tersinggung.
f. Masa dewasa tua --- Sebagai
patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial seseorang sudah
mantap. Masalah-masalah yang mungkin timbul:
ü Menurunnya keadaan jasmaniah
ü Perubahan susunan keluarga (berumah tangga, bekerjan)
maka orang tua sering kesepian
ü Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan yang baru
dalam bidang pekerjaan atau perbaikan kesalahan yang lalu.
ü Penurunan fungsi seksual dan reproduksi,
Sebagian
orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri.
pesimis. Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang
mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri.
g. Masa Tua ---Ada dua hal yang penting yang
perlu diperhatikan pada masa ini. Berkurangnya daya tanggap, daya ingat,
berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi
menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah
pahaman orang tua terhadap orang dilingkungannya.Perasaan terasing karena
kehilangan teman sebaya keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan
emosional yang cukup hebat.
18. Sebab sosio kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah
laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan
merupakan penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas
menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan
yang berlaku dalam kebudayaan tersebut. Beberapa faktor-faktor kebudayaan
tersebut:
- Cara-cara membesarkan anak --- Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter , hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak setelah dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang berlebihan.
- Sistem Nilai---Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang sering menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula perbedaan moral yang diajarkan dirumah / sekolah dengan yang dipraktekkan di masyarakat sehari-hari.
Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan
yang ada
Iklan-iklan diradio,
televisi. Surat kabar, film dan lain-lain menimbulkan bayangan-bayangan yang
menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup
sehari-hari. Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba mengatasinya
dengan khayalan atau melakukan yang merugikan masyarakat.
Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan
teknologi
Dalam masyarakat modern
kebutuhan makin meningkat dan persaingan makin meningkat dan makin ketat untuk
meningkatkan ekonomi hasil-hasil teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja
lebih keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja lebih besar
dari kebutuhan sehingga pengangguran meningkat, demikian pula urbanisasi
meningkat, mengakibatkan upah menjadi rendah. Faktor-faktor gaji yang rendah,
perumahan yang buruk, waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat
terbatas dan sebagainya merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan
kepribadian yang abnormal.
Perpindahan perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang
sedang berkembang kepribadiannya, perubahan-perubahan lingkungan
(kebudayaan dan pergaulan). Hal ini cukup
mengganggu.
Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan
yang dialami golongan ini dari lingkungan dapat mengakibatkan rasa
pemberontakan yang selanjutnya akan tampil dalam bentuk sikap acuh atau
melakukan tindakan tindakan akan yang merugikan orang banyak.
E. PROSES PERJALANAN PENYAKIT
Gejala mulai timbul
biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur pertengahan
dengan melalui beberapa fase antara lain:
1) Fase Prodomal
ü Berlangsung antara 6 bula sampai 1 tahun
ü Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik,
gangguan dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan
persepsi.
2) Fase Aktif
ü Berlangsung kurang lebih 1 bulan
ü Gangguan dapat berupa gejala psikotik; Halusinasi, delusi,
disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai
kelainan neurokimiawi
3) Fase Residual
ü Kien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan
peran, serangan biasanya berulang.
F. TAHAPAN HALUSINASI DAN DELUSI YANG BIASA MENYERTAI GANGGUAN
JIWA
Menurut Janice
Clack,1962 klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar disertai Halusinasi
dan Delusi yang meliputi beberapa tahapan antara lain:
1. Tahap Comforting :
Timbul kecemasan ringan
disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan
stressornya dengan coping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari
ancaman.
2. Tahap Condeming :
Timbul kecemasan
moderate , cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan
sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang
ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri (With drawl)
3. Tahap Controling :
Timbul kecemasan berat,
klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara tersebut terusmenerus
mengikuti, sehingga menyebabkan klien susah berhubungan dengan orang lain.
Apabila
suara tersebut hilang klien merasa sangat
kesepian/sedih.
4. Tahap Conquering :
Klien merasa panik ,
suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat
bersipat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
G. PSIKOPATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Perubahan-perubahan apakah
yang terjadi pada susunan saraf pusat (otak) pasien skizofrenia? Penelitian
mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan resptor
di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan
serotonin, ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang
menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.
Selain
perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan
menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak
pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral
ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).
REFERENSI
Budi Ana Keliat, Peran Serta Keluarga
Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, Buku Kedokteran, 1992
Antai Otong Deborah (1995). Psychiatric
Nursing. Philadelphia : W.B. Company
Gestrude K. Mc. Farland (1991). Psychiatric
Mental Health Nursing. Philadelphia : J. B. Lippincot Company
W.E., Maramis, Ilmu Kedokteran Jiwa,
Airlangga Press, Surabaya, 1990
John Santrock, Psychology The
Sciences of Mind and behavior, University of dallas, Brown Publiser ,
1999
Hunsberg and Abderson (1989). Psychiatric
Mental Health Nursing, Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Clinton and Nelson, Mental Health
Nursing Practice, Prentice hall Australia, Pty Ltd. 1996
Stuart Sundeen, Pocket Guide to
Psychiatric Nursing, Mosby year 1995
Stuart Sundeen, Psychiatric Nursing,
Mosby year, 1995
Antai otong (1994) Psychiatric
Nursing : Biological and Behavioral Concepts. Philadelpia:
W B Saunders Company
Lefley (1996). Family Caregiving in
Mental Illness. London : SAGE Publication
Maccoby, E, 1980, Social Development,
Psychological Growth and the Parent Child Relationship, Harcourt
Jovanovich, Newyork
Stuart GW Sundeen, 1995, Principle
and practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, St.
Louis, ,
Hurlock, 1999, Psikologi
Perkembangan, Erlangga, Jakarta