Rumusan tentang hakikat Bahasa Indonesia
dikemukakan Machfudz (2000) bahwa, "Hakikat Bahasa Indonesia adalah:
Bahasa sebagai simbol, Bahasa sebagai bunyi ujaran, bahasa bersifat arbitrer,
dan Bahasa bersifat konvensional." Arti kata hakikat bila merujuk pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Ali, 1990) memiliki pengertian intisari
atau dasar. Hakikat bahasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendasar dari
bahasa.
Hakikat bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut:
Bahasa sebagai Simbol
Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dapat
melambangkan dan mewakili ide, perasaan, pikiran, benda, dan tindakan secara
arbitrer, konversional, dan representatif-interpretatif. tidak ada hubungan
langsung dan alamiah antara yang menyimbolkan dengan yang disimbolkan. Untuk
itu baik yang batiniah (inner) seperti perasaan, pikiran, ide, maupun yang lahiriah
(outer) seperti benda dan tindakan dapat dilambangkan atau diwakili simbol.
Manusia senantiasa bergelut dengan simbol.
Melalui simbol, manusia memandang, memahami, dan menghayati alam dan
kehidupannya. Simbol itu sendiri sebenarnya merupakan kenyataan hidup, baik
kenyataan lahiriah maupun batiniah yang disimbolkan, karena di dalam simbol
terkandung ide, pikiran, dan perasaan, serta tindakan manusia.
Bahasa adalah kombinasi kata yang diatur
secara sistematis sehingga dapat dipergunakan sebagai alat komunikasi. Kata
adalah bagian dari simbol yang hidup dan digunakan oleh kelompok masyarakat
tertentu. Kata bersifat simbolis karena tidak memiliki hubungan langsung atau
hubungan instrinsik dengan kenyataan yang diacunya, tetapi hanya bersifat
arbitrer dan konversional. Misalnya kata /b-u-k-u/ tidak ada hubungannya dengan
benda yang dirujuk yaitu lembaran-lembaran kertas yang ditulis dan dibaca. Kata
/a-p-i/ tidak ada hubungannya dengan sifat kepanasan yang diacunya sehingga
walaupun kita mengucapkan kata api berkali-kali, maka mulut kita tidak akan
terbakar. Hal itu hanya bersifat arbitrer dan kemudian disepakati menjadi suatu
konvensi oleh pemakai bahasa.
Sebuah wacana secara secara totalitas dapat
juga berupa simbol. Dalam masyarakat Batak dikenal wacana berupa ragam bahasa
ratapan (wailing language). Bahasa ratapan adalah syair yang diucapkan oleh
seseorang ketika dia menangisi orang yang meninggal. Bahasa ratapan
melambangkan dan mewakili perasaan si peratap. Bahasa ratapan itu sebagai
simbol secara totalitas, tetapi wacana bahasa ratapan itu juga terdiri dari
simbol-simbol yang lebih kecil seperti kata, frase, dan kalimat.
Bahasa Sebagai Bunyi Ujaran
Telinga kita selalu mendengar bunyi-bunyi
yang dihasilkan oleh benda-benda tertentu. Hanya bunyi- bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia (Human Organs of Speech) yang disebut sebagai bahasa.
Bunyi ujaran merupakan sifat kesemestaan atau keuniversalan bahasa. Tak satupun
bahasa di dunia ini yang tidak terjadi dari bunyi. Bahasa sebagai ujaran,
mengimplikasikan bahwa media komunikasi yang paling penting adalah bunyi
ujaran. Jika kita mempelajari suatu bahasa kita harus belajar menghasilkan
bunyi-bunyi suara.
Bahasa Bersifat Arbitrer
Pengertian arbitrer dalam studi bahasa adalah
manasuka, asal bunyi, atau tidak ada hubungan logis antara kata sebagai simbol
(lambang) dengan yang dilambangkan. Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa
alasan sehingga ciri khusus bahasa tidak dapat diramalkan secara tepat.
Secara leksis, kita dapat melihat
kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan dalam Bahasa Indonesia, Biang dalam
bahasa Batak, Dog dalam bahasa Inggris. hal ini memiliki kata yang berbeda
untuk menyatakan konsep yang sama. Kearbitreran bahasa di dunia ini menyebabkan
adanya kedinamisan bahasa.
Bahasa bersifat Konvensional
Konvensional dapat diartikan sebagai satu
pandangan atau anggapan bahwa kata- kata sebagai penanda tidak memiliki
hubungan instrinsik dengan objek, tetapi berdasarkan kebiasaan, kesepakatan
atau persetujuan masyarakat yang didahului pembentukan secara arbitrer. Tahapan
awal adalah manasuka/ arbitrer, hasilnya disepakati/ dikonvensikan, sehingga
menjadi konsep yang terbagi bersama (socially shared concept).
Konvensi/kesepakatan akan menentukan apakah
kata yang dibentuk secara arbitrer dapat terus berlangsung dalam pemakaian
bahasa atau tidak. Suatu bahasa tidak dapat dipaksakan agar dipakai pada suatu
kelompok masyarakat bahasa. Kelangsungan hidup suatu bahasa ditentukan oleh
kemauan, kebiasaan, atau kesepakatan masyarakat.
Bahasa sebagai Sistem
Setiap bahasa memiliki sistem, aturan, pola,
kaidah sehingga memiliki kekuatan atau alasan ilmiah untuk dipelajari dan
diverifikasi. Pada hakikatnya, setiap bahasa memiliki dua jenis sistem yaitu
sistem bunyi dan sistem arti. Sistem bunyi mencakup bentuk bahasa dari tataran
terendah sampai tertinggi (fonem, morfem, baik morfem bebas maupun morfem
terikat, frase, paragraf, dan wacana). Sistem bunyi suatu bahasa tidak secara
acak- acakan, tetapi mempunyai kaidah- kaidah yang dapat diterangkan secara
sistematis. Sistem arti suatu bahasa merupakan isi atau pengertian yang
tersirat atau terdapat dalam sistem bunyi. Sistem bunyi dan sistem arti memang
tidak dapat dipisahkan karena yang pertama merupakan dasar yang kedua dan yang
kedua merupakan wujud yang pertama.
Bahasa Bermakna
Makna adalah arti, maksud atau pengertian
yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan untuk menghubungkan bentuk
kebahasaan tersebut dengan alam di luar bahasa atau semua hal yang ditunjuknya.
Machfudz
(2000) mengemukakan bahwa macam- macam makna:
- Makna Leksisi. Makna unsur- unsur bahasa terlepas dari penggunaannya atau konteksnya. Makna leksis sering disebut makna sebagaimana yang ada di dalam kamus atau makna sebenarnya. Misalnya kata laki- laki mempunyai makna pria atau manusia yang berjenis kelamin jantan.
- Makna Kiasan. Makna unsur- unsur bahasa yang didasarkan pada perasaan atau pikiran yang berada di luar makna sebenarnya. Misalnya Buah bibir memiliki makna menjadi pembicaraan orang.
- Makna Kontekstual. Makna unsur bahasa yang didasarkan pada hubungan antara ujaran dengan situasi ketika ujaran itu dipergunakan. Misalnya kata bagus dapat berarti jelek ketika seorang ayah mengejek anaknya yang malas belajar, kalimat yang digunakan patutlah nilaimu sangat bagus.
- Makna Gramatis. Makna yang diperoleh berdasarkan hubungan antara unsur- unsur bahasa dalam satuan- satuan yang lebih besar. Misalnya pada kata dia mencintai ibunya, bermakna sebutan atau perbuatan aktif.
Bahasa Bersifat Produktif
Hal ini diartikan sebagai kemampuan unsur
bahasa untuk menghasilkan terus-menerus dan dipakai secara teratur untuk
membentuk unsur-unsur baru. Prefik /men-/ dan /di-/, misalnya dapat melekat
pada setiap kata kerja dan fungsinya masing-masing membentuk kata kerja aktif
dan kata kerja pasif dalam Bahasa Indonesia.
Bahasa Bersifat Universal
Bahasa merupakan sesuatu yang berlaku umum
dan dimiliki setiap orang. Pada sifat internal bahasa, universal adalah
kategori linguistik yang berlaku umum untuk semua bahasa.
Bahasa Bersifat Unik
Hal ini terlihat dari studi bahasa adalah
kategori bahasa yang tersendiri bentuk dan jenisnya dari bahasa lain. Setiap
bahasa ada perbedaan dengan bahasa lain meskipun termasuk dalam bahasa
serumpun.
Bahasa Sebagai Komunikasi
Menjadi penyampai pesan dari penyapa kepada
pesapa (penerima). Komunikasi harus bermakna atau berarti baik bagi penyapa
atau pesapa. Komunikasi dapat bermakna jika sistem tanda yang digunakan sebagai
alat komunikasi dapat informatif.