Fenomena gembap bumi merupakan suatu hal yang
lazim terjadi di planet bumi. Planet bumi mempunyai struktur tertentu, yaitu
kerak bumi, lapisan selubung, dan inti bumi yang dapat memicu terjadinya
dinamika dari bagian dalam bumi yaitu tektonik dan vulkanik. Dinamika ini
memberi dampak pada banyak hal, antara lain pergeseran kerak bumi yang berakibat
pembentukan berbagai jenis pegunungan dan cekungan sedimen. Fenomena pergeseran
kerakbumi, pertemuan (tumbukan lempeng), serta peristiwa vulkanik dapat
menyebabkan terjadinya gempa.
Menurut pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, Gempa Bumi merupakan pelepasan energy yang menyebabkan
dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Kata gempa bumi
juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi
tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi
apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk
dapat ditahan
Gempa merupakan akibat dari terjadinya
perubahan yang terus menerus dari planet bumi, yang terutama dikendalikan oleh
proses-proses endogenik dan eksogenik. Sejak 4.000 tahun yang lalu hingga kini,
Gempa bumi telah memakan korban lebih dari 13 juta jiwa, yang sebagian besar
berada di wilayah perkotaan. Selama dua decade terakhir, walaupun angka
kematian karena bencana dan jumlah tahun bencana telah menurun sekitar 30 %,
tetapi jumlah penduduk yang terkena dampak gempa telah meningkat hingga 50%
(Walker dan Wisner, 2005).
Menurut Prof. Sampurno, kerusakan berat akibat
gempa bumi terjadi pada wilayah yang berada atau berdekatan dengan wilayah seismic
dan "Sabuk Api”.Negara-negara yang sering dilanda gempa bumi di antaranya
India, Pakistan, Iran, Cina, Jepang, Venezuela, Meksiko, Filipina, Indonesia,
Amerika Serikat, serta beberapa negara di Afrika dan Eropa Timur.
Kerugian terbanyak terjadi akibat dari
besarnya getaran yang menyebabkan runtuhnya bangunan dengan struktur yang
lemah. Peristiwa likuifaksi juga mengakibatkan amblasnya bangunan, miring, dan
melongsor, seperti yang terjadi di Niigata, Jepang dan di Maumere, Indonesia,
tahun 1994.
Perilaku gempa (jalur seismic, titik pusat
gempa, serta kecenderungan pergeseran kulit bumi), secara makro harus dipahami
untuk kepentingan meminimalisir dampak kerusakan bangunan dan/atau kota akibat
terjadinya gempa.
Beberapa kasus bencana gempa bumi di
perkotaan korban jiwa terbesar diakibatkan oleh terjadinya ”keruntuhan”
bangunan pasca guncangan gempa, serta karena kebakaran sebagai akibat
sampingan. Kondisi ini jelas menjadi perhatian bagi para pakar baik dari
akademisi maupun praktisi, untuk memberikan sumbangan pemikiran guna
memperkecil jumlah korban jiwa akibat bencana gempa bumi. Pemikiran-pemikiran tentang
sistem peringatan dini, perencanaan dan perancangan kota (planning for safe
city), penggunaan material, disain dan rekayasa bangunan tahan gempa, menjadi
isue yang menarik untuk didiskusikan.
Menurut Prof. Sampurno, kerugian terbesar
akibat bencana gempa di kota dikarenakan perencanaan tata ruang dan wilayah
yang tidak tepat. Mitigasi dampak bencana sangat perlu diperhatikan tentang
karakter dari kejadian bencana seperti sifatnya yang mendadak, transien yang ditandai
gejala awal, gejala utama, gejala akhir serta susulan, dan bencana yang akan terjadi
berulang meskipun waktunya belum dapat ditentukan.
Penyebab Gempa Bumi
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar, ketika
bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan (subduksi) akan menyusup ke
bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari
selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona
subduksi dan zona patahan.Akibatnya di zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan,
dan geseran.
Pada saat batas elastisitas lempeng
terlampaui maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi
secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel ke segala arah yang
disebut gelombang gempabumi. Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan
lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan
lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan
besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami
transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Tags
Emergency