Penelitian lintas budaya mengenai perilaku mengenai kelekatan, merupakan salah satu topic, khususnya dalam psikologi perkembangan dan budaya. Kelekatan adalah ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuhnya. Kelekatan memberi keamanan emosional pada seorang anak. Setelah kelekatan tercipta bayi akan menjadi tertekan oleh perpisahan dengan ibunya (disebut kecemasan atau disters perpisahan).
Bowlby menyimpulkan bahwa bayi memiliki dasar biologis yang sudah terprogram sebelumnya untuk menjadi lekat pada pengaruhya. Program ini mencakup perilaku-perilaku seperti tersenyum dan tertawa yang akan memicu perilaku yang mendorong terbentuknya kelekatan dari pihak ibu.
Ainsworth, dkk. Membedakan tiga gaya kelekatan: aman (secure), menghindar (avoidant), dan ambivalen. Bayi yang lekat secara aman biasanya mempunyai ibu yang hangat dan responsif. Anak-anak yang menghindar, yang menghindari ibunya, mempunyai ibu yang diduga intrusif (terlalu mencampuri) dan terlalu menstimulasi. Sedangkan anak yang ambivalen merspon ibu mereka secara tidak pasti, berubah-ubah dari menolak dan mencari perhatian ibunya, karena ibu dari anak yang ambivalen biasanya tidak sensitif dan kurang terlibat dengan anaknya.
Salah satu asumsi orang Amerika tentang sifat kelekatan adalah bahwa kelekatan ideal adalah kelekatan aman, bahkan istilah-istilah negatif yang dipakai untuk menggambarkan tipe kelekatan lainya, sudah mencerminkan bias. Tetapi pada kenyataanya masing-masing budaya mempunyai konsep tentang kelekatan ideal yang berbeda. Misalnya, Ibu di jerman menganggap penting dan mendorong kemandirian sejak dini dan karena itu menganggap kelekatan menghindar sebagai yang lebih ideal. Orang tua di Jerman menganggap anak-anak yang lekat secara aman sebagai anak yang dimanja. Contoh lain di antara anak-anak Israel yang dibesarkan di sebuah kibbutz (tanah pertanian kolektif), separuhnya menunjukan kelekatan ambivalen yang cemas dan hanya sepertiga yang hanya lekat secara aman.
Begitupun juga anak-anak yang dibesarkan di keluarga orang Jepang tradisional yang dicirikan oleh tingginya kelekatan ambivalen yang cemas, tanpa adanya kelekatan menghindar. Hal ini mendorong nilai loyalitas keluarga yang secara kultural dipandang ideal.
Beberapa penelitian lintas budaya juga memandang beda mengenai pemahaman kedekatan dengan ibu yang merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat. Pemahaman seperti ini didasarkan pada penelitian yang melibatkan sebuah suku Efe, yang menunjukan sebuah situasi yang amat berbeda dengan apa yang diterima para ahli psikologi sebagai bagian dari kelekatan yang sehat. Bayi-bayi Efe menghabiskan banyak waktu tidak berada dekat ibu mereka dan diasuh oleh beberapa orang yang berbeda. Mereka selalu berada dalam jangkauan pendengaran dan penglihatan sekitar sepuluh orang. Mereka punya ikatan emosional yang dekat dengan banyak orang selain ibunya dan menghabiskan hanya sedikit waktu dengan ayahnya. Para peneliti menemukan bahwa anak-anak ini sehat secara emosi meski memiliki banyak pengasuh.
Meski kajian ini menunjukkan bahwa kedekatan dengan ibu tidak mutlak bagi kelekatan yang sehat, belum tentu hal ini berlaku untuk anak-anak dari kebudayaan lain. Ini jelas tidak bisa dibandingkan dengan anak-anak Amerika yang berada di pusat penitipan anak. Masyarakat Efe memiliki keluarga besar yang luas, dan keluarga ini adalah bagian yang tetap dalam perkembangan kehidupan anak Efe. Di pusat penjitipan anak di Amerika, biasanya sering terjadi pergantian staf, dan hubungan dengan anak-anak biasanya tidak jarang panjang. Yang ditunjukan oleh orang Efe mungkin adalah bahwa pengasuh yang banyak yang menjadi bagian tetap kehidupan anak merupakan sebuah alternatif yang sehat terhadap ide-ide tradisional orang Amerika.
Penelitian di atas menegaskan bahwa kita tidak dapat berasumsi bahwa paa yang biasanya ada di kebudayaan Anglo-Amerika adalah yang terbaik, atau yang paling menggambarkan kebudayaan lainya. Pemahaman menngenai kualitas kelekatan, dan proses-proses yang memunculkanya adalah penilaian kualitatif yang dibuat dari perspektif suatu budaya, yang memiliki nilai-nilai yang berbeda, dan tidak musti lebih baik dari budaya lain.
Tags
Psikologi Sosial