Konsep tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pertama sekali dikemukakan oleh Carl Gustaf Jung. Jung (dalam Suryabrata, 1998) mengungkapkan konsep jiwa sebagai dasar pembagian tipe kepribadian.
Konsep sikap jiwa dijelaskan sebagai arah daripada energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat ke luar ataupun ke dalam, dan arah orientasi manusia terhadap dirinya, dapat keluar ataupun ke dalam. Jadi, berdasarkan sikap jiwa tersebut manusia digolongkan jadi dua tipe yaitu: manusia yang bertipe introvert dan manusia yang bertipe ekstrovert.
Jung mendefinisikan tipe kepribadian introvert sebagai berikut: “Introversion is an attitude of psyche characterized by an orientation toward one’s own thoughts and feeling....when we say people are introver, we mean they are withdrawn and often shy and they tend to focus on themselves” (dalam Schultz dan Schultz, 1993).
Individu tipe kepribadian introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subjektifnya, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan faktor-faktor subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik; jiwanya tertutup, sukar bergaul sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain (dalam Suryabrata, 1998).
Tipe kepribadian introvert bertolak belakang dengan tipe kepribadian ekstrovert, dimana Jung mengartikan tipe kepribadian ekstrovert sebagai berikut: “Extraversion is an attitude of psyche characterized by an orientation toward the external world and other people.....Extraverts are more open, sociable, and socially assertive” (dalam Schultz dan Schultz, 1993).
Individu yang tipe kepribadian ekstrovert terutama dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar, pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya baik lingkungan sosial maupun lingkungan non sosial. Individu bersikap positif terhadap masyarakatnya; lebih terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar (dalam Suryabrata, 1998).
Jung (dalam Suryabrata, 1998) menyatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk kedua sikap tersebut, tetapi hanya satu yang dominan dan sadar dalam kepribadiannya, sedangkan yang lain kurang dominan dan tidak sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstrovert dalam relasinya dengan dunia maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert.
Menurut Jung (dalam Ambarita, 2004) tipe-tipe ini dapat kita jumpai pada semua lapisan masyarakat, baik laki-laki ataupun perempuan, pada orang dewasa ataupun anak-anak. Pendidikan, lingkungan, jenis kelamin atau umur tidak berpengaruh pada terjadinya tipe-tipe ini. Dikatakan juga bahwa dalam satu keluarga kedua tipe ini, introvert dan ekstrovert dapat ditemukan sekaligus.
Jadi sikap kedua tipe ini (kepribadian ekstrovert dan introvert) terhadap dunia luar atau lingkungan sekitarnya bukanlah sikap yang diambil dengan sadar dan sengaja. Sikap yang demikian harus kita anggap mempunyai sebab tak sadar dan instinktif atau lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa tipe ini dalam lapangan ilmu jiwa memiliki dasar biologis (dalam Ambarita, 2004).
Jung menganggap sikap manusia terhadap dunia luar itu sebagai suatu soal penyesuaian diri, sebab cara suatu tipe menyesuaikan diri dengan dunia luar akhirnya akan bergantung kepada pembawaan si anak itulah yang pertama- tama akan menentukan ke dalam tipe mana kelak ia masuk (apakah tipe kepribadian ekstrovert atau introvert). Pembawaan itu pula yang menentukan bagaimana anak itu akan menyesuaikan diri dengan dunia luar.